Monday, 10 December 2012

Dear Diary


                Gue ga ada niatan kepo, serius! Ini beneran ga sengaja gue baca diary adik bungsu gue beberapa minggu lalu. Gue kira binder yang tergeletak di meja tempat biasa gue ngetik itu bukan catatan harian. Karena gue udah terlanjur buka halaman yang ada tulisan “November” di ujung atas sebelah kanan, I decided to keep reading. Bagusnya, apa yang gue baca itu adalah curhatan adik gue, TENTANG GUE! Sambil cekakak-cekikik dan celingukan karena takut ketahuan, gue berusaha mencerna semua yang gue baca di situ. 

                Paragraf awal yang gue ingat adalah, “Gue pengen kayak kakak cewe gue, dia kuliah jurusan Bahasa Inggris, cantik, pinter, kutu buku, pendiam, cuek, pandai berbicara, dan pandai dalam segala bidang.Dia juga punya suara emas. Lengkap banget kan? Satu kekurangan dia, yaitu pendek.”

                Ebuseeeettt, yang tadinya gue hampir sampai di khayangan karena liat sederet hal bagus tentang gue, tiba-tiba langsung ambruk ke bumi. Gue kira cuma gue doang yang aware sama kependekan tubuh gue, ga taunya adik gue juga menaruh perhatian lebih. Oke pemirsa, gue di sini bukan mau bahas hal-hal bagus seperti yang diabsenin adik gue, tapi menyoroti kalimat terakhir dari paragraf awal curhatan adik gue di atas. 

                Sebetulnya benar juga sih dan wajar adik gue bilang gitu. That’s the fact, ga bisa ditutup-tutupi. Lagian, meski tinggi gue gak jauh-jauh amat sama adik gue, tetap aja gue kebilang pendek. Lah umur gue udah kepala dua sedangkan adik gue masih kelas 3 SMP, which is dia masih 14 tahun. Pertumbuhan tinggi badan gue udah berhenti sedangkan adik gue masih akan bertumbuh ke atas. Mungkin itu yang mendasari dia menjadi narsis di paragraf kedua curhatannya. Liat nih, pemirsaaa... 

“Tapi Tuhan emank bener-bener Maha Adil yah. Gue aja yang cantik, hehe (pede) badan bagus, tapi gak sepinter kakak gue ituh....”

                Hadoh, adik gue ini memang perlu disadarkan bahwa dia juga punya banyak kelebihan dan keistimewaan. Gue suka sama kalimat terakhir dia di curhatannya (sayang ga sempat gue foto). Dia bilang, “Gue selalu berusaha buat jadi seperti dia.” Gue pikir, niat dia untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya dengan melihat dan menganggap gue punya banyak hal positif, patut diacungi jempol. Biasanya, akan besar kemungkinan orang yang berada dalam situasi seperti adik gue ini terkena penyakit iri hati atau dengki. Tapi gue bangga adik gue gak seperti itu. Dari Lulu, adik gue ini, gue belajar satu hal, bahwa orang lain saja bisa melihat keistimewaan kita, mengapa kita seringkali tidak bisa melihatnya lalu kemudian tidak bersyukur?

Desember 2012

No comments:

Post a Comment